Biologi dan ekologi burung walet
(Collocalia fuciphaga)
Burung Walet telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai
penghasil sarang burung. Sarang yang terbuat dari air liurnya dipercayai dapat
menyehatkan tubuh manusia dan bahkan dapat menyembuhkan penyakit-penyakit
tertentu. Oleh karenanya, harganya sangat mahal (mencapai Rp. 5.000.000, per
kg).
Ada 2 jenis sarang Walet, yaitu Walet sarang putih Collocalia
fuciphaga dan Walet sarang hitam C. maxima. Walet sarang putih terbuat dari
liur murni, berwarna putih. Sedangkan Walet sarang hitam terbuat dari bulu
burung (84%) yang direkat dengan liur ( 16%).
Produksi terbesar Walet rumahan adalah Pulau Jawa (55.ton/tahun). Lokasi
rumah walet lain (khususnya Sumatera Utara) hanya menghasilkan 10 ton/tahun,
sementara gua-gua (Sumatera dan Kalimantan) hanya berproduksi 10 ton/tahun
Rumah-rumah Walet di Jawa tersebar di pantai utara, mulai dari Labuhan hingga ke
Banyuwangi. Sentra produksi Walet (produksi lebih dari 2 ton/tahun) adalah di
Cirebon, Haur Geulis. Pemalang, Pekalongan, Purwodadi dan Gresik.
Dr. Ani Mardiastuti dan kawan-kawan sudah selama satu tahun mengamati biologi
dan ekologi Walet sarang putih. Berdasarkan morfologinya Walet gua dan Walet
rumah merupakan species yang sama, Callocalia fuciphaga. Walet berbiak
sepanjang tahun, musim kemarau membutuhkan waktu lebih lama untuk berbiak.
Sarang dibuat selama 40 hingga 80 hari. Telur Walet berjumlah 2 butir diletakkan
pada sarang dalam jarak waktu 2-5 hari, telur dierami selama 23-24 hari. Setelah
menetas, kedua induk memelihara anaknya sampai dapat terbang (41 hari). Makanan
walet adalah serangga. Walet memilih tempat yang gelap, lembab dan sejuk.
"Memasukkan Walet ke dalam rumah memerlukan seni dan pengetahuan tersendiri"
ujar Dr. Ani. Memelihara Walet dalam rumah perlu bantuan burung lain, yaitu
burung Seriti (Collocalia linchi). Burung Seriti sangat mudah bersarang
dalam rumah tua, gedung bahkan kolong jembatan. Seriti yang masuk kerumah akan
bertelur, telur ini diganti dengan telur Walet. Anakan Walet akan dipelihara
oleh Seriti sehingga dewasa. Populasi Seriti perlahan lahan akan digantikan
dengan Walet yang selanjutnya akan menghasilkan sarang. Bila sarang dipanen,
Walet akan segera membuat sarang baru. Panen dilakukan 4 kali setahun, dengan 1
kali penetasan.
PROSPEK SARANG WALET
Melihat nilai komersialnya yang tinggi belakangan ini banyak dibangun
rumah-rumah Walet baru. Tetapi menurut Dr. Ani tidak semua rumah berhasil dihuni
walet. "Perlu pengetahuan dan pengalaman yang cukup agar investasi yang telah
ditanam tidak sia-sia", ujar Staf Jurusan
Konservasi Hutan,
Fakultas Kehutanan IPB. Selain itu perlu dipertimbangkan aspek.pengamanannya,
mengingat banyak terjadi perampokan dan pencurian Bisnis rumah Walet dilakukan
secara rahasia untuk mengurangi kompetitor dan pajak. Kelestarian Walet gua pada
saat ini sangat diragukan karena sulitnya pengawasan terhadap pola panen. Dengan
demikian pada masa yang akan datang produksi sarang burung Walet akan banyak
tergantung pada produksi Walet rumahan. Apalagi CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Flora
and Fauna), telah memberi lampu kepada pengusaha Walet rumah di
Indonesia. Melihat kecenderungan ekspor sarang Walet yang selalu naik setiap
tahun, agaknya pasar kommoditi ini masih baik dan jauh dari jenuh.
Untuk penelitian ini Dr. Ani Mardiastuti, Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc. dan Dr.
Jito Soegarjito mendapat kesempatan selama 2 tahun dengan pendanan RUT IV.
Selanjutnya diharapkan dapat bermitra dengan pengusaha walet dalam Riset
Unggulan Kemitraan.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Dr. Ani Mardiastuti Jurusan
Konservasi Hutan
Fakultas Kehutanan IPB Kampus Dermaga Telepon: (0251)
621947